JAKARTA, BSNP-INDONESIA.ORG — Pendidikan tetap perlu standar. Jangankan pendidikan, di bidang lain pun saat ini seperti sedang berlomba untuk membuat standar agar kualitasnya meningkat.
“Lihat saja sopir gojek, juga ada standarnya. Tidak boleh pakai jaket bolong dan warna jaketnya tidak boleh pudar, tidak boleh bau apek, helm tidak boleh yang diluar standar. Bahkan, kementerian Pariwisata pun mengeluarkan aturan tentang standar usaha panti pijat. Lha ini, masak pendidikan tidak ada standarnya,” ujar Prof Suyanto, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ketika berbicara dalam Ngopi Seksi (Ngobrol Pintar Seputar Edukasi) yang digelar secara daring, di Jakarta, Minggu (9/5/2021).
Ngopi Seksi ini mengangkat tema apakah BSNP, BAN, Pengawas Sekolah/Madrasah, dan penilik sekolah akan hilang dari pendidikan Indonesia pasca PP 57/2021.
“Rumor itu, jika ada yang mengatakan tidak ada standar dalam pendidikan. Di PP itu ada, tetapi rumornya nggak usah pakai standar pendidikan. Tapi, kadang-kadang di negeri ini yang benar itu rumor. Kalau itu terjadi akan sangat memprihatikan, pendidikan tanpa standar. Di dunia lagi ramai membuat benchmark. Standar pendidikan kalau dihilangkan itu aneh,” ujarnya.
Suyanto menjelaskan, dalam tata urutan perundang-undangan, PP merupakan turunan UU. Jadi, bukan dari UU langsung ke peraturan menteri (permen). Kalau itu yang terjadi, berarti ada hal yang dilompati.
“Oleh karena itu, ketika standar dikatakan tidak ada, maka sebetulnya itu tetap ada, karena UU Sisdiknas mengatakan begitu. Di UU itu juga memberikan check and balance. Karena itu ada pengawas sekolah, badan pembuat standar yang independen, badan akreditasi dan sebagainya. Bahkan, kalau mau lebih kuat, badan standar ini bisa saja dikaitkan langsung dengan presiden, sehingga bertanggungjawab pada presiden agar posisinya lebih kuat dibandingkan sekarang, sebagai evaluasi eksternal dari sistem pendidikan,” ujarnya.
Jadi untuk check and balance sistem pendidikan, Suyanto mengatakan, tidak bisa diserahkan begitu saja pada satuan pendidikan, dimana para pengawas tidak ada. Menurutnya, sungguh aneh jika pelaksana, pengawas dilakukan oleh orang yang sama.
“Aneh jika peraturan dibuat sendiri, dilakukan, dan dievaluasi sendiri. Itu tidak ada check and balance. Di PP 57/2021, itu sudah semakin memudar. Pengawas dihilangkan, diganti hanya pimpinan sekolah. Sekolah melaksanakan standar tidak jelas, laksanakan programnya sendiri dan diawasi sendiri,” ujar Suyanto.
Terkait kerja BSNP, Suyanto mengatakan, saat ini sudah ada beberapa standar yang sudah selesai dibuat oleh BSNP. Standar-standar tersebut sudah diserahkan pada mendikbud. Salah satunya tentang standar PAUD dan Pendidikan Jarak Jauh.
“Masalahnya, hingga saat ini beberapa standar yang sudah dibuat oleh BSNP itu dibiarkan saja. Dipakai tidak, ditolak tidak, dibiarkan saja, tidak ada followed up nya. Katanya karena masih menuggu PP yang ketika itu sedang akan dibuat. Nah sekarang sudah selesai, lalu apa,” ujarnya.
Terkait PP 57/2021, di forum terpisah, Ketua BSNP Prof Abdul Mu’ti mengatakan, dalam sejarah Indonesia, PP ini telah membuat record baru. Pasalnya, PP ini paling cepat direvisi setelah disahkan oleh presiden.
“Tidak sampai seusia kecambah, karena belum berusia satu hari, sudah langsung direvisi. Direvisi karena banyak sekali cacat bawaan yang ada dalam PP itu,” ujarnya. nn
Drs. Jungjungan AritonangKepala Sekolah
|